Kegiatan menumbuk padi oleh masyarakat Desa Kedang Ipil yang juga diikuti oleh anak-anak sebagai upaya regenerasi dan melestarikan budaya dalam Festival Budaya Nutuk Beham.

Nutuk Beham, Budaya yang Cerminkan Semangat Gotong Royong dari Desa Kedang Ipil

NalaRNusantara, TENGGARONG – Festival Budaya Adat Kutai Lawas Nutuk Beham yang sedang dilangsungkan di Desa Kedang Ipil Kecamatan Kota Bangun Darat Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada 17-19 Mei 2024 memiliki makna khusus bagi masyarakat.

Sebab, budaya adat Nutuk Beham ini merupakan warisan nenek moyang yang dulunya dilakukan sebagai bentuk ungkapan syukur atas panen melimpah.

“Selain sebagai bentuk ungkapan rasa syukur ada makna lain yang juga terkandung didalamnya. Yakni untuk semakin merekatkan dan meningkatkan semangat gotong royong dalam hubungan bermasyarakat,” kata Kepala Desa Kedang Ipil, Kuspawansyah.

Lebih lanjut, Festival Budaya Adat Kutai Lawas Nutuk Beham yang dilaksanakan secara besar ini dikatakan Kuspawansyah sudah terlaksana dari tahun 2015 silam. Namun sempat vakum selama 2 tahun karena Pandemi Covid-19.

“Kalau secara adat sudah sejak dulu, tapi kalau menggandeng beberapa pihak dan dipromosikan, ya sejak tahun 2015 kemarin,” ujarnya.

Adapun alur budaya Nutuk Beham ini bermula ketika masyarakat nenek moyang dahulu kala mencari tempat untuk berladang. Setelah menemukan tempat yang cocok, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan menanam padi gunung hingga memasuki masa panen.

Saat memasuki masa panen, padi gunung ini kemudian dipanen atau diketam dan kemudian direndam selama 2-3 hari. Selanjutnya disangrai dan didinginkan sebelum padi tersebut ditumbuk menggunakan alu dan lesung kayu.

Setelah semua padi selesai ditumbuk dan dibersihkan dari gabah, kemudian dilaksanakan ritual Nutuk Beham. Ritual ini dimaksudkan sebagai doa dan penghormatan kepada Yang Maha Kuasa. Agar seluruh masyarakat dijaga dari mara bahaya dan selalu diberikan limpahan rezeki. Sehingga kegiatan berladang selanjutnya bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.

“Nah untuk padi yang digunakan dalam Nutuk Beham ini adalah padi ketan. Semua dilakukan secara bersama-sama, bahkan proses sangrai dan menumbuk padi ini dilakukan non-stop selama 24 jam,” jelasnya.

Diharapkan dengan dilaksanakannya Festival Budaya Adat Kutai Lawas Nutuk Beham, kegiatan budaya warisan nenek moyang ini bisa terus dilestarikan. Serta kedepannya ada regenerasi untuk menjaga tradisi budaya seperti ini.

“Harapan saya, selaku kepala Desa, tentu kegiatan ini harus selalu kita lestarikan dan selalu didukung oleh semua pihak. Baik itu stakeholder yang ada di desa maupun stakeholder yang ada di pemerintah di atasnya,” harapnya.

206 views 2 mins 0 Comments