
Workshop Modul Bahasa Kutai Disambut Antusias, Guru SMP Kukar Siap Lestarikan Bahasa Ibu
NalaRNusantara;Kukar – Workshop penyusunan modul pembelajaran Bahasa Kutai bagi guru SMP yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) disambut antusias oleh para peserta. Kegiatan ini dinilai sangat penting dalam upaya pemerataan pendidikan bahasa daerah di satuan pendidikan menengah pertama.
Inisiatif ini bertujuan membekali para guru dengan keterampilan menyusun modul pembelajaran Bahasa Kutai yang aplikatif dan kontekstual, agar dapat digunakan secara langsung dalam proses belajar-mengajar di kelas.
Tak hanya menyusun modul, para peserta juga mendapat pembekalan materi tentang ragam dialek Bahasa Kutai dari berbagai kecamatan, seperti Sebulu, Kota Bangun, Muara Muntai, hingga Muara Kaman. Ragam dialek ini menjadi perhatian khusus agar materi ajar dapat lebih mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan latar budaya lokal mereka.
Workshop ini diikuti oleh puluhan guru SMP dari berbagai wilayah di Kukar. Dalam dua hari pelaksanaan, peserta ditargetkan menyusun 75 persen draft modul. Sisa penyempurnaan akan dilakukan oleh tim ahli dari Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur yang turut hadir sebagai narasumber.
“Saya tidak mengalami kendala berarti karena sudah cukup terbiasa menyusun modul ajar, walaupun sebelumnya untuk mata pelajaran lain. Ternyata prinsip dasarnya bisa diterapkan juga dalam penyusunan modul bahasa daerah,” ujar Eni Fajriyani, guru SMP Negeri 1 Samboja, Kamis (17/7/2025).
Eni juga menekankan bahwa pembelajaran Bahasa Kutai sebaiknya tidak hanya fokus pada aspek bahasa lisan dan tulisan, tetapi juga memperkenalkan unsur budaya lokal, seperti lagu daerah, permainan tradisional, hingga potensi wisata di wilayah Kutai Kartanegara.
“Selama ini sekolah lebih banyak mengembangkan bahasa asing seperti Bahasa Inggris, sementara Bahasa Kutai sebagai bahasa ibu malah mulai terpinggirkan, bahkan dalam lingkungan keluarga,” tuturnya.
Ia berharap workshop serupa bisa terus digelar secara rutin sebagai bentuk penyegaran dan pengembangan konten pembelajaran.
“Akan sangat bagus jika tiap tahun ada pelatihan seperti ini, supaya konten ajar terus diperbarui,” tambahnya.
Senada dengan itu, Sisna Sari, guru SMP Negeri 7 Muara Kaman, menilai kegiatan ini sangat relevan untuk menjawab tantangan menurunnya penggunaan bahasa ibu di kalangan generasi muda.
“Banyak siswa yang berasal dari etnis Kutai tapi tidak memahami bahasa ibunya sendiri. Mereka lebih terbiasa menggunakan bahasa gaul, sehingga kosakata lokal pun mulai dilupakan. Misalnya, kata singgir, banyak yang tidak tahu artinya,” ujarnya.
Sisna juga menjelaskan bahwa di daerah Muara Kaman, Bahasa Kutai masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun dengan dialek berbeda. Dialek ini menjadi tantangan tersendiri ketika ingin mengajarkan Bahasa Kutai standar di sekolah.
“Di tempat kami, air disebut aeng, sementara di daerah lain disebut ranam. Ini menunjukkan betapa beragamnya kosakata lokal yang perlu disatukan dalam modul ajar,” jelasnya.
Meski begitu, Sisna merasa optimistis dan percaya diri setelah mengikuti workshop. Ia sudah memiliki gambaran bagaimana modul yang telah disusun bisa diadaptasi sesuai karakteristik siswa di sekolahnya.
Kegiatan ini merupakan langkah strategis dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara untuk mengintegrasikan pelestarian bahasa dan budaya lokal ke dalam kurikulum pendidikan menengah.
Dengan modul pembelajaran yang tepat dan kontekstual, diharapkan generasi muda Kukar tumbuh dengan identitas budaya yang kuat dan rasa bangga terhadap bahasa daerahnya.
Tak hanya memahami Bahasa Kutai dari daerah asal mereka, siswa juga diharapkan mampu mengenal dan menguasai bahasa lintas dialek sebagai bentuk kekayaan budaya yang menyatukan. (Fh/adv)